Laman

Rabu, 28 Desember 2011

Kramat,Safaat,Maunat

Kramat, Safaat, Maunat,Mujizat
Didalam perilmuan tingkat tinggi atau Ilmu Rahasia Ketuhanan;  dikenal keempat istilah tersebut, yang tentu saja tidak sembarang orang bisa memahaminya, pelajaran tentang ilmu ini hanya dipergelarkan pada Paguron-paguron yang memiliki Guru Mursyid, adapun Mursyid ialah orang yang dikaruniai Kebijaksanaan Yang Luhur, dikarenakan sudah Ma'rifatullah atau tegasnya seseorang yang sudah tahu dan kenal kepada Tuhannya, didalam perjalanan kita oleh Bapak sudah dipertemukan dengan Guru Bhatin atas ijin Allah SWT.

Sampai dengan saat ini  Ilmu Rahasia Ketuhanan itu, masih tersimpan rapat dan dipegang oleh sedikit tangan yang memang benar benar sudah teruji kesucian dan kebijaksanaannya, serta tidak diberikan kepada sembarang orang sebelum seseorang itu mencapai syarat yang paling pokok yaitu; Ma'rifatullah.

Namun jika hanya sekedar uraiannya, maka tak jadi apa jika sekelumit saya terangkan keempat persoalan tersebut, supaya para sedulur berhasrat besar untuk menicicipi kenikmatan Ma'rifatullah, sebab segala pengetahuan selain Ma'rifatullah (tahu kepada Allah) semuanya bersandar kepada nafsu dan akan berakhir perjalanannya seiring dengan berakhirnya perjalanan hidup di muka bumi ini, maksudnya semua pengetahuan akan berhenti kenikmatannya seiring datangnya kematian, lain halnya dengan ma'rifatullah (tahu kepada Allah), ma'rifatullah tidak bersandar kepada nafsu, namun bertumpu kepada ruh, dan akan lebih gemilang kenikmatannya manakala sudah terbebas dari penggangguannya indera-indera lahir, apalagi jika mampu terbebaskan dari gangguan nafsu-nafsunya, maka jika kematian memisahkan ruh dari badan jadilah semakin sempurna kenikmatan ma'rifatullahnya.
Adapun keempat persoalan tersebut sesungguhnya adalah buah kenikmatan dari ma'rifatullah.

Persoalan Pertama (I) adalah :  Keramat,
isinya ialah; pengaruh, wibawa dan kharisma.

Adapun manusia yang berpengaruh itu; harus masih hidup dan ber-akal; tidak berlaku bagi yang mati, apalagi benda mati, maka adalah salah kaprah jika mencari keramat malah mendatangi kuburan, mempercayai benda-benda mati seperti; keris, batu, isim, jimat serta segala benda yang dianggap ada keramatnya, bukannya mencari kedalam dirinya sendiri, kemudian mau bekerja keras memberikan contoh yang baik kepada sesama hidupnya, supaya digugu dan ditiru (jadi Guru), seterusnya senantiasa mengamalkan ilmu sejatinya; melaksanakan ajakan Guru Wujudnya, mengikuti petunjuk Guru Tuduhnya, mengambil pelajaran dari Guru Sejatinya dan manunggal dengan Guru Bhatinnya, ini baru bakal berpengaruh, sebagaimana berpengaruhnya orang tua kepada anaknya, Nabi kepada semua umatnya yang setia, jika tekad ucap lampah Nabi tidak berpengaruh pada diri kita, maka jangan harap kita memiliki pengaruh didalam hidup. 

Isi dari keramat yang selanjutnya adalah; Wibawa yang didapat  dari keta'atan kepada Guru Ratu WongAtua Karo;
Ta'at kepada Guru, karena Guru adalah yang digugu (dipercaya) dan ditiru (suri tauladan).
Guru Tuduh yang sejatinya bagi kita adalah keimanan, adapun Guru mursyid bagi kita itu adalah Guru Tuduh yang Mewujud. Adapun ciri bertemu dengan Guru Tuduh; bilamana bhatin kita sudah mutlak meyakini tiada sesembahan lain selain Allah, maka lambat laun didalam dada akan ada bisik halus yang menunjukan, menuntun dan mengajak kepada kebaikan, sifatnya jujur tidak mau diajak berbohong, Guru yang ini harusnya sudah ditemukan dikala kita bersaksi dan bersumpah setia dan bersedia ta'at melaksanakan segala perintahNYA.  

Lalu Guru Wujud yang sejatinya bagi kita adalah Keislaman, bilamana wujud atau badan sudah tunduk pasrah menyerah mengikuti ajaran Islam yang dicontohkan Muhammad Rasulullah, maka gerak wujudnya dan indera lahirnya sudah tidak lagi menyukai kemaksiatan, bahkan perbuatan dan sesuatu yang disukainya  meski hal itu tidak dilarang oleh syari'at Agama, namun mengganggu rasa elingnya kepada Allah (dzikrullah) akan ditinggalkan dengan rasa ikhlas karena Allah.

Sedangkan  Guru Sejati adalah Ihsan, nyatanya adalah pengalaman dalam mengamalkan ketaukhidan, didalam bhatinnya merasa selalu diperhatikan, diawasi, malah merasa disertai  oleh Allah SWT,  guru sejati adalah segala pengalaman diri pribadi bahkan seterusnya pengalamannya itu bakal sepengalaman dengan para Nabi serta para sahabat Nabi yang utama, jika tiba saatnya atas ijin Allah maka kita bakal dipertemukan dengan Guru Sejati; selama kita istiqomah atau tetap teguh pendirian  didalam keta'atan menegakan Taukhid kepada Allah (tidak sekali-kali melakukan kemusyrikan).

Guru bhatin kenyataannya adalah ma'rifatullah, dimana disaat fana (lebur) sifat diri, manunggal dengan Sifat Gusti Allah maka segala tekad ucap lampah diri pribadinya akan dipenuhi dengan sifat welas asih kepada sesama makhlukNYA. 
Jika diperkenankan merasakan fana dan manunggal, maka bersatu tidak jadi satu, terpisah tidak jadi dua. Keajaiban dan Keghaiban yang dipertunjukan atas diri harus disikapi dengan syukur dan untuk menambah keyakinan diri pribadi sendiri, keberadaannya pada diri "diakui tidak boleh, tidak diakui salah", harus mampu "nyumput buni dinu caang" , ialah;  tersembunyi  ditempat yang terang, jangan pamer dan unjuk kebolehan, jangan seperti tukang obral yang berteriak-teriak mempromosikan dagangannya, awas ilmu bhatin harus apik disalurkannya, jangan sembarangan.
Ta'at kepada Guru hidup bakal  menemukan kebahagiaan dan keselamatan.

Kemudian ta'at kepada Ratu atau sang Pemimpin yang adil bijaksana, yang memberikan keleluasaan kepada warganya untuk melaksanakan keyakinannya, juga menjamin keamanan dan kesejahteraan kepada warganya didalam berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya baik lahir maupun bhatin.
Ta'at kepada Ratu akan mendatangkan ketenangan dalam mencari bekal hidup untuk ibadah.

Lalu ta'at kepada WongAtua (orang tua), mereka yang jadi marga lantaran lahirnya kita kealam dunia ini, mulanya asih pada asih dimasing-masing hati ibu bapak kita, terus diikat dalam tali suci, atas kehendak dan ijin Allah maka jadilah kita dibesarkan dengan welas asih ibu bapak, dididik, diajarkan kebaikan-kabaikan dari pengalaman hidup mereka, keramat  doa ditumpah curahkan dari dalam lubuk bhatinnya.  Jadi bagi kita  yang ingin menemukan kesejatian hidup  dan  jalan kembali kepada Allah; yang paling mudah bagi kita adalah membalas welas asih mereka (orang tua kita) dengan penuh keta'atan dan hormat tilawat kepada keduanya.
Ta'at kepada WongAtua bakal  menemukan keberkahan hidup.

Selanjutnya Karo (kepada sesama hidup), semua makhluk Allah diciptakan tanpa sia-sia, maka manusia yang paling arif dalam  memanfaatkannya akan mendapatkan keuntungan, dalam pergaulan hidup juga demikian harus saling memberi manfaat dan saling menguntungkan, jangan punya sifat ingin merugikan apalagi mencelakakan, jangan pula ingin untung dari yang enteng, tidak akan ada, kecuali perbuatan menipu, maka hidup tidak bisa tenang sebab akan banyak tuntutan, bahkan bisa berujung dijeruji besi, pilihlah  pergaulan hidup yang baik, sebab diantara; darah keturunan, pendidikan dan pergaulan, yang dengan instan dapat membentuk watak dan karakteristik kerjiwaan seseorang adalah pergaulannya, umpamanya darah keturunannya baik, pendidikannya baik, tetapi salah dalam memilih pergaulannya, maka bakal salah
menentukan pilihan hidupnya, kebanyakan manusia celaka karena salah memilih pergaulannya.

Untuk itu pedoman bagi kita, ialah; kepada sesama hidup harus mampu saling menghargai dan menghormati atas  segala kesanggupannya masing-masing, jangan merendahkan kesanggupan orang lain, sementara kita tidak sanggup.  
Bagi kita jangan fanatik membabi buta sehingga tidak mau menerima pendapat orang lain, nanti kiita menjadi bodoh dan serba ketinggalan, jadikan pendapat orang lain itu masukan yang akan dipilih dan dipilah oleh intelektual yang merdeka, lalu manfaatkan yang paling baik dan benar diantara semuanya untuk kemajuan Evolusi Jiwa kita, selanjutnya singkirkan jauh-jauh hal tidak bermanfaat;  yang bakal merugikan diri pribadi keluarga dan sesama hidup.
Makin tinggi penghargaan kita kepada sesama hidup (karo), makin banyak manfaat yang bakal kita terima bahkan sampai kepada anak cucu tujuh turunan ... amiin.

Yang terakhir isinya keramat adalah; Kharisma, didapat dari pelaksanaan Ajaran Rasul (Utusan) dalam keta'atan kepada Gusti Allah, manusia yang menyempurnakan hal ini bakal dikenang kebaikannya sepanjang jaman.
Mulanya didalam manusia itu disimpan Rahasia Tuhan, bahkan; "manusia  RahasiaKU dan AKU rahasia manusia", begitu makna "Al insani sirri wa ana sirruhu" (firman Allah dalam hadist kudsi), sebab ada Rahasia Tuhan tersimpan didalam  diri manusia, maka semua makhluk diperintahkan  sujud oleh Allah SWT.  kepada manusia pertama  Adam AS.; semua sujud, kecuali Iblis, dia sombong karena merasa lebih sempurna penciptaannya ketimbang manusia.

Maka jika ada bagian didalam diri pribadi yang menentang, membangkang dan menolak perintah kebaikan dan kebenaran dia adalah tentara iblis, sadari hal itu dan berapa banyak dalam sehari diri pribadi kita bertemu dengan hal itu baik lahir maupun bhatin, lalu seberapa sering dalam sehari kita mengikuti hal itu ?

Fitrah manusia yang sejatinya suci, jadi kotor lantaran mengikuti ajakan para tentara iblis, inilah awalnya menjadi sulit menemukan Rahasia manusia.  Namun manakala kita berusaha mengikuti kembali Ajaran Rasul, maka terbukalah Alam Kesucian dan memancarlah AURA POSITIF dari dalam bhatin, AURA inilah cirinya manusia yang ber-Kharisma, tinggi derajat bhatinnya, tidak rendah martabat pribadinya, tidak menukarkan ilmunya dengan dunia, semua yang digunakan dalam ibadahnya hasil jerih payahnya sendiri, namun hasil kebahagiaannya dirasakan orang-orang  sekelilingnya, manusia yang berkharisma adalah para mujahid (pejuang) Allah yang sejati, itikadnya ingin mengajak sebanyak-banyaknya manusia kembali kepada Allah dalam keselamatan dan kebahagiaan dunia akhirat, didalam bhatinnya tidak ada pengakuan lain selain karena Allah semata dan hanya mengharapkan ridho Allah Subhanahu Wata'ala.

Maka ketika gumulungnya pengaruh wibawa dan kharisma, jadilah dia manusia yang ber-keramat.
Tidak perlu dipersoalkan lagi, keramat hanya ada di manusia yang masih hidup, bukan pada manusia yang sudah mati dan tidak ada di benda mati;  gali oleh diri pribadi,  hasil dari usaha sendiri,  tak perlu perantara (makelar, calo) dalam memohon kepada Allah, sebab manusia diciptakan sebagai Wakil Allah, muliakan derajat manusia sebagai Wakil Allah oleh kita yang yakin kepadaNYA, ejawantahkan dan buktikan sifat kasih sayang Allah kepada sesama hidup, supaya Allah juga Kasih Sayang kepada kita yang menyakiniNYA.

Tiga persoalan lainnya (Safaat, Maunat, Mu'jizat) tunggu dulu ... sekian uraian alakadarnya semoga manfaat bagi saya dan para sedulur semuanya ... amin ya Rabbal'alamin.

ditulis oleh : Abu Marali


Manunggaling Rasa

Manunggaling Rasa
Ini kali pertama saya berujar tentang sesuatu yang mendalam dari hal Jalan Kembali Manusia, mula yang utama adalah membelah 'tabir diri' agar terbuka kesejatian manusia yang ngancik di raga badan, selama ini kita kenal 'aku' adalah unsur pada badan yang dilengkapi dengan beribu angan, hasrat, keinginan yang secara sadar atau tidak disadari kita memiliki kelemahan untuk menggapainya. Hal ini sebenarnya awal dari pencarian pada sesuatu yang kuat, bahkan harus paling kuat, malah bila mungkin Maha Kuat yang harus kita sanding, atau 'aku' bersanding dengan Maha Kuat, bahkan kalau boleh 'aku' inginnya manunggal dengan itu kekuatan yang paling MAHA ... waduh hebatnya keinginan.

Ada satu kekuatan yang dititipkan oleh yang Maha Kuat bersama ketetapan pada badan, yang pertama adalah 'gerak'; hal ini merupakan tanda nyata atau 'ayat Allah' akan adanya Hidup (Hayat; sifat Allah) yang dititipkan pada jasmani untuk mengatur wujud, ada gerak yang disadari oleh otak bahkan berkaryanya atas perintah otak, namun ada gerak yang tanpa didayai oleh kerjanya otak, bisa disebut 'daya gerak tanpa daya' tujuannya supaya bisa tetap hidup sampai waktu yang ditentukan.  Bayangkan jika otak terganggu, jantung harus berhenti berdetak karena sang otak berhenti memerintah. Adapun untuk mengenal lebih dalam tentang adanya 'daya gerak tanpa daya ' yang ngalimpudi (meliputi dan menguasai) seluruh geraknya wujud, serta bagaimana kekuatan yang diperoleh jika 'aku' memasrahkan sepenuhnya urusan raga badan ini kepada 'hal' itu, maka uraian dan tuntunannya harus langsung berhadap-hadapan dengan sang pembimbing pada acara Gemblengan Batin khusus pada malam-malam Riyadhoh Nafsiah, maka disitulah akan dibuka dan dipergelarkan akan ADAnya.

Adapun yang lainnya adalah keinginan atau  karep, karsa, kemauan;  ini lebih gagah lagi, sebab ini adalah Iradah; sifat Allah yang sengaja ditipkan pada jasmani untuk mengatur sebaik-baiknya berjalannya Nafsu, awas ingat berjalannya nafsu, bukan sakarepe dewe, maka jika ada nafsu berjalan semaunya; ini jelas 'tidak manunggaling iradah' artinya tidak menyatu dengan keinginan yang Maha Kuat tadi; sebab apa ? karena pada raga badan ini mengendap saripati dari unsur-unsur pembentuk jasmani itu tadi; yaitu tanah, api, air dan udara, masing-masingnya memiliki sifat yang mandiri dan kesemuanya itu potensial untuk baik dan buruknya manusia. Namun hal itu tetap bukanlah 'aku', karena sang 'aku' hanya menjadi saksi serta menerima hasil dari polah sedulur papat itu tadi, rugi dong nggak berkarya nanggung akibat ? lho ... ya nggak gitu, sebab buah akibatnya pun sebenarnya hanya untuk jasmaninya pula, tapi apa boleh dikata karena kita tahunya bahwa 'aku' ini adalah jasmani yang ini, ya ... jadi merasakain buah akibatnya dari tingkah polah dan karya sedulur papat yang tadi itu,  nah ... inilah kompleksnya hidup.

Setelah merasakan 'baru tahu' kepada rasa, yang nikmat, menyenangkan, membahagiakan, menggembirakan hal seperti itu yang dipamrih datang berulang-ulang, tapi sadari dong; kita tahu ini nikmat karena kita pernah tahu tersiksa, tahu menyenangkan karena pernah tahu menyebalkan, tahu membahagiakan karena pernah tahu penderitaan, tahu menggembirakan karena pernah tahu menyedihkan, semuanya asli berpasang-pasangan, maka ketika merasakan salah satunya ingat bahwa pasangannya bisa saja sekonyong-konyong datang tanpa undangan, lagi susah jangan kecil hati, lagi senang jangan besar kepala, ingat harus tetap dikembalikan kepada rasa.

Betapa ajaibnya sang 'aku', adapun rasa itu terlahir karena masih adanya hidup pada badan, tapi mengapa kok ... rasa berpengaruh besar pada hidup, "merasakan sengsara; hidupnya jadi tersiksa", padahal jelas disadari betul adanya rasa karena adanya hidup, jangankan mati; baru tidur saja rasa susah dan sengsara harus mundur teratur dan tersimpan pada tempat yang aman untuk nantinya dijemput kembali, contohnya dikala kita tidur nyenyak bahkan sebelum tidur itu terjadi, maka harus menyingkir dulu penderitaan dan kesengsaraan, karena sebelum menyingkir susah untuk bisa tidur, tetapi bangun tidur malah dijemput kembali sang derita itu, kok ya ... aneh,  untuk itu kuncinya adalah ketika kita hidup harus berlatih mati, maka kondang istilah 'mati sajeroning urip'  artinya mati selagi masih hidup, apa bisa ? ya bisa; sholat itu sarananya, sholat itu alatnya, sholat itu kendaraannya, untuk bisa tercapainya kesempurnaan rasa, bahkan sampai bisa manunggaling rasa dengan yang Maha Kuat.

Kalau 'aku' merasa kuat, maka malu ketika datang rasa ngantuk, leher kaya dipites ngampleh bagai tak bertulang, kalau  'aku' merasa mampu mengendalikan kemauan, maka malu ketika bergegas lari ke WC ketika datang ingin BAB (buang air besar) yang datang mendesak, maka 'aku' merasa lemah ketika dimanunggalkan dengan yang Maha Kuat.

ditulis oleh : Abu Marali ;
0

Add a comment

Karsa,Rasa,Cipta

Karsa, Rasa, Cipta

Keris manjing warangka, warangka manjing curiga. 'aku' adalah isi dari wujud yang kukenal sekarang ini, didalam 'aku' bisa saja tumbuh berbagai 'jiwa', didalam 'jiwa' terkandung cipta rasa karsa, karena cipta rasa karsa, maka 'aku' berderajat setingkat diatas makhluk lainnya,
tri tunggal inilah yang mendominasi akal manusia, karena hal ini pulalah manusia bergelar Wakil Sang Pencipta, manusia adalah tuan dari segala yang pernah diciptakan, tapi manakala salah satu dari ketiga unsur ini merajalela, derajatnya sang 'aku'  jadi lebih rendah dari binatang, tekad ucap lampah 'ingsun' jauh dari sejatining keramat, sejatining keramat berisikan; 'pengaruh'  'wibawa'  dan  'kharisma', 'pengaruh' hasil dari usaha dan kerja keras mengamalkan ilmu sejati, 'wibawa' hasil dari ketaatan pada Guru Ratu WongAtua Karo, 'Kharisma' hasil dari pelaksanaan ajaran Rasul dalam ketaatan pada Gusti Allah, kesemuanya menyuruh kepada laku lampah, bukan panjang angan-angan sebab berkuasanya cipta didalam 'jiwa', kesemuanya terfokus pada ketaatan, bukan sekehendaknya sang 'karep' membawa wujud tanpa arah, kesemuanya karena sudah tahu kepada rasa yang tunggal; manunggaling rasa, bukan kesamaran rasa, merasa benar didalam salah, yang salah dibenarkan, yang benar disalahkan,
rasa yang paling sering didatangi sang utusan Pencipta,
rasa yang paling cepat menerima sentuhan alam,
rasa yang paling mampu menangkap bahasa universal,
rasa yang paling mudah tersentuh melihat yang nyata atau ghaib,
rasa yang paling jujur  melebihi jujurnya indera lahiriyah,
rasa yang paling menerima ganjaran nikmat atau siksa,
rasa yang paling apa adanya mengungkap kebenaran,
rasa yang paling melihat bahwa kita selalu dilihat,
rasa yang paling akhir pergi dari badan,
bahkan rasa ikut masuk bersama badan kedalam kubur meski hidupnya sudah tiada, begitu itu jika rasanya terlalu mencintai dunia (wujud baru), begitu itu karena belum mengenal rasa sejatinya,
rasa sejati itu sengaja diutus sebagai penyeimbang,
rasa ada ditengah antara cipta dan karsa,
rasa adalah pembagi atau per( / ) bagi keduanya,
maka jika cipta atau pikir bekerja harus per-rasa-an, begitupun jika karsa atau keinginan meronta harus per-rasa-an, jika kita mampu berlaku seperti itu; maka jadilah kita manusia yang ber per-rasa-an, artinya sudah tahu bahwa rasa tunggal; manunggaling rasa, kalau dicubit merasa sakit; maka tidak mau mencubit, kalau diejek merasa terhina; maka tidak mau mengejek, untuk pengenalan yang lebih akrab harus sering kembali kepada rasa, jika keseimbangan jiwa terganggu  harus cepat kembali kepada rasa, jika terseok tersungkur oleh uji coba  harus mampu kembali kepada rasa, semakin banyak pengalaman kebaikan maka akan mudah kembali kepada rasa, jangan biarkan lidah berbohong, pikir mengingkari, hati menolak, supaya jujur kembali kepada rasa, kafir itu menolak kebenaran, isinya iman itu mau menerima segala kebenaran yang kembali kepada rasa, rasa sakit dan rasa nikmat sebagai pengembalian kesucian; bisakah apa adanya kembali kepada rasa, berjiwa besar, keluasan ilmu dan kebijaksanaan  karena bisa melihat semua kembali kepada rasa,
tidak terasa apa-apa; oleh apa-apa; karena tidak akan apa-apa kalau kita tidak berbuat apa-apa ; yang maha apa-apa, selalu apa-apa kepada yang merasa ada apa-apanya;
maka keputusan akhir ada pada rasa,
yaitu : rasa curiga kepada yang maha apa-apa, masa ... menciptakan kita tanpa bawa apa-apa, maka apa perabotnya untuk mengenal yang maha apa-apa, tanpa kita mengenal rasa apa-apa, jadi jangan sungkan, bahkan harus sukuran jika kita merasakan suatu rasa, rasa ... apa saja, dengan paripurnanya pengalaman rasa, maka Allah tinggikan derajat GuruSejati,
sederajat para mujahid dan utusan Allah ... amiin.

ditulis oleh : Abu Marali